Kampung Toprayan berada sekitar 275 meter di barat Pasar Kotagede. Kawasan yang tidak seberapa luas ini diapit dua kampung. Di sebelah barat oleh Kampung Krintenan, dan di sebelah timur oleh Kampung Kudusan. Kampung Toprayan diperkirakan merupakan tempat kediaman Mertoproyo, seseorang yang pernah hidup di zaman Mataram. Status dan kedudukan Mertoproyo sulit dinarasikan, disebabkan sedikitnya sumber data yang bisa mengungkapkan.
Kemudian dari data yang sedikit tentang Kampung Toprayan itu, diketahui memiliki seorang perajin drig bernama Herman. Perajin drig adalah sebuah profesi yang langka di Kotagede, dimana relasinya adalah para perajin juga. Drig merupakan alat reproduksi untuk mendapatkan hasil yang banyak dalam waktu cepat. Biasanya dipergunakan untuk kerajinan kuningan dan tembaga. Sedangkan perak masih mengandalkan tatah ukir karena harga bahan dasarnya mahal. Logam kuningan dan tembaga, kalau dengan cara tatah ukir, jatuhnya harga akan mahal. Maka dipergunakan alat drig. Drig terbuat dari besi, biasanya mempergunakan besi bekas rel kereta api, kemudian ditatah ukir secara negatif, sesuai gambar yang diinginkan.
Para perajin kuningan dan tembaga yang memperoleh pesanan besar, akan memanfaatkan jasa Herman untuk membuat drig. Profesi Herman di Kampung Toprayan menjadi pekerjaan langka dan merupakan satu-satunya di Kotagede. Sejak tahun 1970 an ke atas, duplikat pesanan drig disusun sangat rapi di rak-rak bengkelnya, sebagaimana sebuah dokumentasi pribadi, ketika dia mengukir, seperti menitipkan jiwa raganya terukir di besi tersebut. (ERWITO WIBOWO, HAMID NURI, AGUNG HARTADI: TOPONIM KOTAGEDE, 2011)
No comments:
Post a Comment