Kawasan Baluwarti berada sekitar 750 meter di timur laut Pasar Kotagede. Baluwarti merupakan sisa benteng luar Keraton Mataram Islam di Kotagede. Baluwarti di Kotagede jalurnya mulai dari Kampung Baluwarti ke selatan, mengikuti aliran Sungai Manggisan sampai di Dukuh Sareman, kemudian membelok ke barat, lalu berbelok lagi ke utara mengikuti aliran Sungai Gajahwong, sampai di Belehan, kemudian berbelok ke timur, kembali ke Kampung Baluwarti.
Di kawasan Baluwarti, sisa benteng yang bisa ditemui hanyalah berupa serakan batu putih di sana sini. Batu-batu putih tersebut hampir tidak menyerupai sebuah tanda bekas benteng. Kini, masyarakat mengabadikan untuk nama makam yang berada di kawasan tersebut, yaitu Makam Baluwarti. Demikian juga ketika muncul SD Negeri Kotagede VI, masyarakat lalu menyebutnya dengan SD Baluwarti. Demikian cara masyarakat mengabadikan nama suatu tempat.
Sejarawan dari Eropa seperti Lors, Rafffles, dan De Graaf pernah melakukan penelitian di Kotagede dan sempat melihat Baluwarti. Mereka menganggap benteng pertahanan Mataram sangat kuat berlapis tiga, sehingga pantaslah kalau Kotagede disebut Kota Benteng atau Kota Bacingah. Benteng lapis pertama disebut cepuri. Benteng lapis kedua disebut baluwarti, atau benteng kota. Sedangkan benteng lapis tiga disebut benteng negara. Denah benteng negara dimulai dari Grojogan ke utara, lalu ke timur sampai Wonocatur, dan dilanjutkan ke selatan hingga Banjardadap. Dari Banjardadap ke barat melewati Kertopaten, dan bersambung kembali ke Grojogan.
Ketika Panembahan Senopati memerintahkan penduduk untuk membuat bata putih dan bata merah, kejadian tersebut diabadikan dalam cerita rakyat berjudul, Nyethak Banon. Sebagai ibukota Mataram, Kotagede yang dilengkapi dengan tiga benteng sekaligus, ditambah di sekeliling benteng tersebut dilengkapi jagang. Maka, kombinasi benteng dan jagang membuat Kotagede sangat aman dari ancaman musuh. (Erwito Wibowo, Hamid Nuri, Agung Hartadi: TOPONIM KOTAGEDE, 2011)
No comments:
Post a Comment