Ketandan berasal dari kata ka-tanda-an, yang berarti tempat seorang tanda atau penarik pajak. Artinya, pada zaman dahulu kawasan ini adalah tempat bermukim para penarik pajak dengan keluarga mereka. Akan tetapi, sekarang penduduk Ketandan orientasinya didominasi oleh perdagangan perhiasan emas berlian. Selain itu juga ada beberapa jenis ragam dagangan lain, di antaranya peralatan besi, plastik, ramuan tradisional, barang-barang kelontong, dan pakaian.
Rumah-rumah warga China di kawasan tersebut di sebelah utara Pasar Beringharjo, dibangun pada abad ke-19 akhir dan abad ke-20 awal. Rumah-rumah tersebut dibangun menghadap ke jalan, dengan model ruko atau shophouses bercorak arsitektur campuran; yakni China, Indiesch, dan tradisional Jawa. Corak arsitektur China dapat dilihat dari model bubungannya yang termasuk kategori Ngang San. Dipadukan dengan model atap pelana (Jawa), ragam hias (stilisasi bunga, binatang, dan huruf-huruf China). Selain itu, rumah-rumah tersebut juga dilengkapi dengan tempat persembahan kepada leluhur. Pengaruh Indiesch dapat dilihat dari keberadaan pilar-pilar bergaya Eropa, dinding tebal, dan langit-langit tinggi. Dilihat dari tipologinya, di Ketandan ada tipe rumah, antara lain: rumah satu lantai, rumah dua lantai tanpa teras, serta rumah dua lantai dengan teras dan berpagar.
Pola tata ruang rumah China di kampung Ketandan berkorelasi dengan peruntukan bangunan, terutama untuk kepentingan perdagangan. Dengan demikian, ruang depan digunakan untuk kepentingan perdagangan, ruang tengah sebagai kamar tidur, ruang belakang untuk dapur dan kamar mandi. Lantai atas untuk kamar, dan gudang untuk barang. Sehingga di langit-langitnya sering ditemui ada alat katrol yang berfungsi untuk menaikkan barang-barang dagangan.
Sehubungan dengan fungsi bangunan sebagai tempat aktivitas perdagangan, sudah barang tentu shophouses di Ketandan mempunyai nama. Dahulu nama-nama yang dipakai kebanyakan adalah nama China dan ditulis dengan aksara China. Akan tetapi, saat ini toko-toko tersebut sudah menggunakan nama-nama lokal. Sedang nama lama dengan huruf dan bahasa China ditutup, atau disesuaikan dengan bahasa Jawa atau Indonesia. Sebagai contoh, nama hong diganti naga. Hal ini tentunya berkaitan dengan proses marjinalisasi etnis China pada masa Orde Baru. Juga semakin intensifnya proses interaksi sosial budaya dan pembauran di lingkungan masyarakatnya.
Secara administratif, Kampung Ketandan berada di wilayah Kecamatan Gondomanan. Kampung Ketandan dikelilingi oleh jejalur (paths) sebagai ruang sirkulasi untuk fasilitas fisik di dalam dan di luar kawasan. Kampung Ketandan dibelah oleh jalur jalan Ketandan Kidul-Ketandan Lor-Ketandan Kulon-Ketandan Wetan.
Kondisi saat ini, rumah-rumah China di Ketandan ada beberapa yang mengalami restorasi, perkembangan, dan perubahan. Restorasi bangunan pada prinsipnya akan bernilai dan tetap terjaga kesinambungannya, apabila dilakukan dengan mempertimbangkan upaya aktualisasi potensi bangunan tanpa harus mengasingkan diri dari lingkungannya. Dengan demikian, perubahan yang terjadi masih kontekstual dengan lingkungannya. (Dharma Gupta dkk, TOPONIM YOGYAKARTA, 2007)
No comments:
Post a Comment