Kampung Pasegan berada sekitar 300 meter di timur laut Pasar Kotagede. Secara administratif, Kampung Pasegan masuk RW V bersama dengan Kampung Keboan dan Sokowaten. Karena terlalu sedikitnya sumber akademik yang bisa digali, asal muasal nama dan sejarah kampung ini sulit dinarasikan. Namun, nama Pasegan diduga berasal dari kata sega yang berarti nasi. Jadi, Pasegan berarti tempat tinggal abdi dalem yang bertugas menyiapkan hidangan nasi yang digunakan sebagai ubarampe dalam upacara-upacara kerajaan. (ERWITO WIBOWO, HAMID NURI, AGUNG HARTADI: TOPONIM KOTAGEDE, 2011)
KOTAGEDE TOPONYM, YOGYAKARTA TOPONYM, YOGYAKARTA CULINARY,YOGYAKARTA HERITAGE, YOGYAKARTA TOURISM . . .
Tuesday, January 24, 2012
Toponim Kotagede Kampung Karang
Kampung Karang terletak di sebelah barat Lapangan Karang, masuk dalam administratif RW 05 Prenggan. Awalnya, Kampung Karang yang padat penduduknya berada di sebelah timur Jalan Nyai Pembayun. Dalam perkembangannya, sebelah barat Jalan Nyai Pembayun yang semula adalah ladang perkebunan, kemudian tumbuh rumah-rumah, perkantoran, Pondok Pesantren Fauzul Muslimin, dan Kompleks Masjid Mu’adz bin Jabal.
Ketika pemerintah Orde Baru gencar mendirikan SD Inpres, Kampung Karang pun mendapatkan jatah. Malah, dua SD Inpres sekaligus akhirnya dibangun di kampung ini. Yang satu bernama SD Inpres Karangsari, dan yang satunya lagi SD Inpres Karangmulyo. Kedua SD Inpres itu menggunakan nama Karang, karena memang keduanya berada di Kampung Karang. Sayang, karena kedua SD Inpres tersebut kekurangan murid, akhirnya dua SD digabung menjadi satu di SD Inpres Karangmulyo, dan berganti nama menjadi SD Negeri Karangmulyo. Muridnya pun banyak, dan datang dari berbagai kampung di Kotagede.
Di jagad kesenian, Kampung Karang pernah menorehkan sejarah sebagai kampung ketoprak. Sebagai catatan, di tahun 1950-1960-an, tokoh ketoprak seperti Kadariyah, Rukinah, Jadi, dan Suyatin adalah sebagian pemain hebat yang mengadakan pertunjukan ketoprak di kampung ini. (ERWITO WIBOWO, HAMID NURI, AGUNG HARTADI: TOPONIM KOTAGEDE, 2011)
Toponim Kotagede Kampung Bodon
Kampung Bodon berada kurang lebih 600 meter di barat Pasar Kotagede. Nama Bodon diambil dari seorang tokoh bernama Panembahan Bodo. Beliau yang bernama asli Raden Trenggana adalah putra Adipati Terung II, dan cucu Raja Majapahit, Brawijaya V. Disebut bodho atau bodoh karena menolak untuk menduduki takhta adipati Terung. Ia lebih suka nyepi sebagai penyebar agama di desa Pijenan, Pandak, Bantul, sesuai dengan anjuran gurunya, Sunan Kalijaga.
Ketika terjadi perang Mataram-Pajang, Panembahan Bodo diminta untuk membantu kedua pihak, namun menolak, meski Sultan Hadiwijaya maupun Panembahan Senopati berusaha membujuknya. Sikap netral Panembahan Bodho juga diperlihatkan ketika terjadi konflik Panembahan Senopati dengan Ki Ageng Mangir. Karena sangat menghormati Panembahan Bodo, Panembahan Senopati memberikan lahan di barat Kerajaan Mataram. Lahan tersebut kini dikenal sebagai Kampung Bodon.
Di Bodon, juga ada cerita rakyat Mbok Randha Bodon dan Ki Ageng Paker, yang berhasil menemukan Ki Jaka Mangu, nama burung perkutut raja Majapahit yang hilang. Seperti di kampung lainnya, di zaman Orde Lama, di Kampung Bodon juga pernah tumbuh panggung-panggung ketoprak yang dikelola oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Saat ini Kampung Bodon merupakan kampung yang menyisakan banyak bangunan kuno, baik bangunan dengan arsitektur Jawa maupun bangunan dengan corak arsitektur Eropa, Cina, dan Timur Tengah. Lorong-lorong sempit eksotik di Kampung Bodon juga memiliki daya tarik tersendiri. Sedangkan sebuah SD Muhammadiyah yang ada di kampung ini, pun memakai nama Bodon sebagai nama sekolah mereka. (Erwito Wibowo, Hamid Nuri, Agung Hartadi: Toponim Kotagede , 2011)
Subscribe to:
Posts (Atom)